Seni Budaya dan Ritual Asli Kediri yang Masih Dilestarikan

Fakta, Kediri merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki banyak cerita sejarah serta adat istiadat yang beragam. Beberapa Budaya dan Ritual Asli Kediri di antaranya bahkan masih dilestarikan hingga saat ini.

Baca juga artikel tentang Seni Budaya

Apalagi ketika bulan Suro tiba, banyak ritual-ritual khas Kediri yang dilangsungkan dengan tujuan meminta berkah dari Sang Kuasa. Sembari jalan-jalan menikmati indahnya Kota Kediri, tak ada salahnya untuk mengenal adat istiadat dan juga kesenian yang terkenal di Kota Tahu berikut ini, bukan?

1. Larung Sesaji Gunung Kelud

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro merupakan bulan istimewa karena pada bulan itulah banyak ritual dan tradisi yang diselenggarakan. Pun demikian dengan masyarakat Kediri.

Ketika bulan Suro tiba, masyarakat Kediri akan menggelar tradisi larung saji Gunung Kelud sebagai bentuk rasa syukur atas hasil bumi serta merupakan salah satu cara memohon perlindungan kepada Tuhan.

Selama ritual, masyarakat akan membawa makanan dan hasil bumi Gunung Kelud seperti nangka, nanas, ubi, pisang, dan nasi tumpeng lengkap dengan lauknya sebagai sesaji. Selesai dibacakan doa yang dipimpin oleh juru kunci Gunung Kelud, sesaji tersebut akan menjadi rebutan warga.

2. Seni Jaranan

Kesenian jaranan atau dengan nama lain Kuda Lumping dan Kuda Kepang merupakan kesenian khas Kediri, kesenian ini berakar kuat dalam kehidupan masyarakat Kabupaten Kediri.

Seni jaranan merupakan bentuk kesenian yang menggambarkan tentang kegagahan pasukan berkuda masa kerajaan yang bertugas membasmi keangkaramurkaan.

Seni jaranan ini menggunakan peralatan tari berupa, kuda kepang (kuda yang terbuat dari anyaman bambu), bentuk celeng (babi hutan), dan topeng Caplokan.

Dalam frame penampilannya, penari jaranan akan tampil pertama kali dan menari menggunakan kuda kepang dengan diiringi instrument gamelan.

Gerak tari yang ditampilkan merupakan gerak dinamis yang sesuai dengan irama gamelan pengiringnya. Penampilan selanjutnya muncul sosok penari Caplokan dari penari babi hutan sehingga terjadi pertarungan diantara ketiganya.

Pada puncak tariannya, para pemain jaranan akan mengalami trance sehingga melakukan atraksi menakjubkan dan tidak bias dilakukan oleh manusia biasa.

Penari-penari biasanya akan didampingi oleh seorang Gambuh yaitu pawang seni ajaran yang bertugas mengobati penari agar sembuh dari trance-nya dan dapat normal kembali.

3. Kesenian Kethek Ogleng

Selain kesenian Jaranan, Daerah Kediri juga mempunyai kesenian khas yang lain. Bahkan, tarian yang menceritakan kisah asmara Panji Asmarabangun dan Dewi Kilisuci tersebut juga sudah dikenal wisatawan mancanegara dan mendunia.

Seiring perkembangan jaman kesenian ini terancam punah. Dimata komunitas seniman Kediri, nama Guntur sudah tidak asing lagi. Dedikasinya terhadap dunia budaya seni bahkan sudah membawanya hingga ke berbagai negara di dunia.

Memperkenalkan kebudayaan Indonesia salah satunya tarian ke seluruh dunia. Salah satu kesenian yang dipertontonkan adalah tari Kethek Ogleng.

Menurut Guntur, tari Kethek Ogleng sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Simbol Kera atau kethek yang ditampilkan pada cerita tersebut adalah jelmaan dari Panji Asmorobangun yang telah berubah wujud menjadi seekor kera putih yang sedang mencari calon pendamping hidup.

4. Ritual Suroan di Petilasan Sri Aji Joyoboyo

Selain larung sesaji Gunung Kelud, saat bulan Suro tiba, masyarakat Kediri juga punya tradisi unik lain, yaitu kirab budaya yang digelar di area petilasan Sri Aji Joyoboyo.

Sri Aji Joyoboyo sendiri merupakan raja Kerajaan Kediri yang dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana. Sebelum ritual satu Suro berlangsung, malam harinya akan digelar doa bersama untuk meminta berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Keesokan harinya, ritual dibuka dengan arak-arakan pusaka oleh masyarakat, pemuda, serta gadis pengiring yang mengenakan pakaian adat dari Balai Desa Menang menuju area petilasan Sri Aji Joyoboyo dan diakhiri dengan prosesi tabur bunga setaman di Pamuksan.

5. Grobyak Ikan Suroan

Grobyak Ikan merupakan salah satu tradisi unik masyarakat Kediri berupa menangkap ikan secara ramai-ramai yang biasa digelar ketika bulan suro. Acara yang berlokasi di Sumber Gundi ini banyak dihadiri oleh masyarakat dari berbagai kalangan, baik tua, muda, laki-laki, maupun perempuan.

Sebelum dimulai, pertama-tama acara akan diawali dengan kirab tumpeng menuju Sumber Gundi. Sesampainya di lokasi, tumpeng akan dipotong dan diserahkan kepada tokoh masyarakat setempat.

Ketika alat tangkap tradisional mulai diangkat, para peserta pun langsung menuju ke dalam kolam dengan membawa alat bantu menangkap ikan yang beraneka bentuk seperti jala ikan dan kurungan ayam. Hasil ikan yang diperoleh pun beragam. Ada ikan Nila, Tombro, Lele, dan Patin.

6. Cambuk Tiban

Cambuk Tiban biasa digelar saat momen kemerdekaan Indonesia dan waktu musim kemarau. Tradisi ini diikuti oleh dua peserta di mana nantinya mereka akan saling memukul menggunakan cambuk yang terbuat dari pohon aren.

Supaya tidak memakan korban, sebelum permainan dimulai, wasit akan mengingatkan para peserta agar tidak memukul di bagian organ tubuh yang vital.

Diiringi musik gamelan, peserta akan mulai menyerang tubuh lawan menggunakan cambuk dan permainan akan dianggap usai ketika masing-masing peserta telah menyabetkan cambuk sebanyak 3 kali. Konon, semakin banyak darah yang bercucuran dari pemain, maka diyakini hujan pun akan segera datang.

Itulah ragam Budaya dan Ritual Asli Kediri yang masih terjaga hingga saat ini. Nah, selain kaya akan budaya, masih ada banyak tempat wisata lain di Kediri yang layak untuk Anda kunjungi bersama keluarga.

Tinggalkan komentar